Friday, February 13, 2015

Inikah Awalnya?

12/02/2015 - 23:50:05

Pada awalnya saya berpikir menulis merupakan pekerjaan yang mudah untuk dilakukan, juga bisa dilakukan tanpa mengikuti sebuah peraturan. Memang hal tersebut tidak terbantahkan, banyak tulisan yang bisa saja tercipta (dan mungkin enak untuk dibaca) tanpa harus terpatok terhadap sebuah ketentuan.

Entah berapa email yang telah dibuat hanya untuk mendaftar ke beberapa situ blog, saking banyaknya blog yang telah saya buat, dan juga karena seringnya saya kehilangan ketertarikan untuk menulis sebuah tulisan pada pertengahan prosesnya, akhirnya secara perlahan saya sama sekali tidak ingat email apa saja dan juga blog apa saja yang telah saya buat untuk memenuhi hasrat menulis sesaat saya itu.

Seiring saya beranjak ke jenjang pendidikan tinggi, kini saya terpaksa untuk sadar bahwa kemampuan menulis ternyata sangatlah esensial sekaligus krusial bagi saya, terlebih setelah memilih “Ilmu Hubungan Internasional” sebagai studi saya di perkuliahan. Lebih mengejutkannya lagi, kini saya disadarkan oleh kenyataan bahwa menulis (terutama dalam konteks akademis) harus mengikuti beberapa ketentuan pokok yang akan membuat tulisan saya dianggap sah sebagai sebuah karya ilmiah.

Berlangsungnya 3 semester perkuliahan membuat saya cukup beradaptasi dengan keadaan yang sebelumnya sangat saya takutkan dalam hal menulis. Kini saya mulai terbiasa menulis dengan mencantumkan kuotasi, referensi, catatan kaki, dan beberapa etika penulisan akademis lainnya. Kabar baiknya, beberapa dari karya tulis yang saya buat sudah mendapatkan penilaian yang cukup baik dari dosen lokal maupun dosen asing yang sempat mengajar saya selama perkuliahan.

Tentunya hal tersebut tidak membuat rasa penasaran saya untuk menulis terpuaskan begitu saja. Gemar membaca artikel – artikel yang terdapat di media masa, kini saya merasa tertantang untuk menuangkan minat saya yang sebelumnya hanya terbentuk karena tuntutan tugas ke arah jurnalisme.
Inilah sebuah tantangan baru yang saya harus hadapi. Telah lama saya merasa iri terhadap teman – teman sebaya saya yang sudah sangat pandai dan lihai dalam membuat tulisan jurnal. Tidak hanya merasa iri terhadap apa yang mereka hasilkan, tapi saya juga tipikal orang yang kadang merasa iri terhadap kepribadian seseorang yang saya tahu pandai dalam membuat jenis karya tersebut.

Entah apa sebenarnya yang membuat saya kagum terhadap sosok seorang Jurnalis, namun mengemukakan sebuah informasi yang dibalut dengan integritas, independensi, dan kejujuran menurut saya merupakan sebuah hasil karya yang patut diapresiasi lebih. Terlebih, peran jurnalis –disadari atau tidak- merupakan sebuah sosok yang sangat vital di dalam proses transfer informasi yang terjadi di sebuah tempat tertentu yang mungkin tidak semua orang bisa akses, untuk jadi dapat di akses ke seluruh penjuru tempat. Tidak heran mengapa salah satu dosen saya pernah bilang, “ The real diplomats are actually the Journalists.”  

Terlebih kini saya berpikir bahwa karir perkuliahan saya selama 3 semester ini ternyata sarat akan ‘jejak’. Mungkin juga tidak banyak yang bisa saya lakukan untuk membuat itu lebih baik. Terlalu berapi – api dalam mengemukakan pendapat secara verbal tanpa memiliki catatan apapun, kadang membuat diri saya terasa bodoh karena mungkin diluar sana telah banyak orang – orang yang diam tak bersuara namun diam – diam begitu tajam dalam menulis. Tentunya saya tidak ingin terus menjadi apa saya sekarang, untuk itulah mungkin inilah saatnya mempelajari hal baru yang mungkin saja bisa menggerakkan stagnasi yang kini saya alami.

Semoga tulisan ini dapat memotivasi diri saya secara pribadi untuk memulai belajar menulis sebagai seorang Jurnalis, dan tidak hanya menjadi semangat sesaat yang timbul ketika saya lapar di malam hari. 

goodreads.com

No comments:

Post a Comment