12/02/2015 - 23:50:05
Pada awalnya saya berpikir menulis merupakan pekerjaan yang mudah untuk
dilakukan, juga bisa dilakukan tanpa mengikuti sebuah peraturan. Memang hal
tersebut tidak terbantahkan, banyak tulisan yang bisa saja tercipta (dan
mungkin enak untuk dibaca) tanpa harus terpatok terhadap sebuah ketentuan.
Entah berapa email yang telah dibuat hanya untuk mendaftar ke beberapa situ
blog, saking banyaknya blog yang telah saya buat, dan juga karena seringnya
saya kehilangan ketertarikan untuk menulis sebuah tulisan pada pertengahan
prosesnya, akhirnya secara perlahan saya sama sekali tidak ingat email apa saja
dan juga blog apa saja yang telah saya buat untuk memenuhi hasrat menulis
sesaat saya itu.
Seiring saya beranjak ke jenjang pendidikan tinggi, kini saya terpaksa
untuk sadar bahwa kemampuan menulis ternyata sangatlah esensial sekaligus
krusial bagi saya, terlebih setelah memilih “Ilmu Hubungan Internasional”
sebagai studi saya di perkuliahan. Lebih mengejutkannya lagi, kini saya
disadarkan oleh kenyataan bahwa menulis (terutama dalam konteks akademis) harus
mengikuti beberapa ketentuan pokok yang akan membuat tulisan saya dianggap sah
sebagai sebuah karya ilmiah.
Berlangsungnya 3 semester perkuliahan membuat saya cukup beradaptasi dengan
keadaan yang sebelumnya sangat saya takutkan dalam hal menulis. Kini saya mulai
terbiasa menulis dengan mencantumkan kuotasi, referensi, catatan kaki, dan
beberapa etika penulisan akademis lainnya. Kabar baiknya, beberapa dari karya
tulis yang saya buat sudah mendapatkan penilaian yang cukup baik dari dosen
lokal maupun dosen asing yang sempat mengajar saya selama perkuliahan.
Tentunya hal tersebut tidak membuat rasa penasaran saya untuk menulis
terpuaskan begitu saja. Gemar membaca artikel – artikel yang terdapat di media
masa, kini saya merasa tertantang untuk menuangkan minat saya yang sebelumnya
hanya terbentuk karena tuntutan tugas ke arah jurnalisme.
Inilah sebuah tantangan baru yang saya harus hadapi. Telah lama saya merasa
iri terhadap teman – teman sebaya saya yang sudah sangat pandai dan lihai dalam
membuat tulisan jurnal. Tidak hanya merasa iri terhadap apa yang mereka
hasilkan, tapi saya juga tipikal orang yang kadang merasa iri terhadap
kepribadian seseorang yang saya tahu pandai dalam membuat jenis karya tersebut.
Entah apa sebenarnya yang membuat saya kagum terhadap sosok seorang
Jurnalis, namun mengemukakan sebuah informasi yang dibalut dengan integritas,
independensi, dan kejujuran menurut saya merupakan sebuah hasil karya yang patut
diapresiasi lebih. Terlebih, peran jurnalis –disadari atau tidak- merupakan
sebuah sosok yang sangat vital di dalam proses transfer informasi yang terjadi
di sebuah tempat tertentu yang mungkin tidak semua orang bisa akses, untuk jadi
dapat di akses ke seluruh penjuru tempat. Tidak heran mengapa salah satu dosen
saya pernah bilang, “ The real diplomats are actually the Journalists.”
Terlebih kini saya berpikir bahwa karir perkuliahan saya selama 3 semester
ini ternyata sarat akan ‘jejak’. Mungkin juga tidak banyak yang bisa saya
lakukan untuk membuat itu lebih baik. Terlalu berapi – api dalam mengemukakan
pendapat secara verbal tanpa memiliki catatan apapun, kadang membuat diri saya
terasa bodoh karena mungkin diluar sana telah banyak orang – orang yang diam
tak bersuara namun diam – diam begitu tajam dalam menulis. Tentunya saya tidak
ingin terus menjadi apa saya sekarang, untuk itulah mungkin inilah saatnya
mempelajari hal baru yang mungkin saja bisa menggerakkan stagnasi yang kini
saya alami.
Semoga tulisan ini dapat memotivasi diri saya secara pribadi untuk memulai
belajar menulis sebagai seorang Jurnalis, dan tidak hanya menjadi semangat
sesaat yang timbul ketika saya lapar di malam hari.
![]() |
goodreads.com |
No comments:
Post a Comment