Sudah 4 Jumat dilalui semenjak
saya datang ke negara ini. 2 dari 4 Jumat yang telah saya lalui, terpaksa harus
saya selesaikan tanpa menjalakan ibadah sholat Jum’at sebagai mana mestinya
dilakukan. Jumat pertama (yang tepatnya adalah hari ke-2 setelah hari awal
kedatangan saya ke sini) saya beruntung karena bisa melakukan ibadah sholat
Jumat pertama di negeri orang dengan susasana yang tidak terlalu jauh berbeda
dengan di Indonesia, karena waktu itu saya melaksanakan di KBRI..he..he.
Lagi – lagi ini merupakan sebuah
pelajaran yang sangat berarti bagi saya. Pelajaran yang mampu menyadarkan saya
betapa nikmatnya tinggal di Indonesia. Berbicara dalam konteks fasilitas peribadatan, umat muslim
akan sangatlah mudah menemukan sarana dan prasarana yang mendukung ritual
ibadah tersebut. Namun, cerita saya tinggal di kota yang notabene sebagian
besar berpenduduk umat Katolik, menjadi cerita yang mengharukan sekaligus tidak
akan pernah saya lupakan.
Jum’at kedua saya merasa
bersalah. Di hari itu saya dan teman – teman yang lain malah memutuskan untuk
berkunjung ke sebuah tempat wisata yang letaknya sekitar 2 jam dari tempat saya
tinggal. Dengan alasan pribadi bahwa saya belum tau tempat lain selain KBRI
untuk melaksanakan sholat Jum’at dan juga dengan alasan bahwa saya baru juga
datang ke tempat ini. Akhirnya saya malah memutuskan untuk pergi ke tempat
lain, dengan pembelaan bahwa saya bisa menggantinya dengan sholat dzuhur seperti
biasa.
Jum’at ketiga, saya lupa
menceritakan bahwa bagi mahasiswa pertukaran seperti saya, kampus telah merancang
beberapa agenda yang ditunjukkan untuk membantu mahasiswa asing untuk
mengetahui hal – hal baru tentang lingkungan ini, juga disisi lain untuk
mengimbangi aktifitas formal kampus yang sehari-harinya (dari senin – kamis)
sudah cukup melelahkan, dan kebanyak dijadwalkan untuk hari Jum’at.
Akhirnya, saya tidak bisa lagi melaksanakan sholat Jum’at sebagaimana mestinya.
Sebelum datang Jum’at ketiga,
sebenarnya saya sudah berusaha mencari keberadaan masjid terdekat yang
sekiranya bisa saya akses dengan cukup berjalan kaki. Google Maps memperlihatkan bahwa di sepanjang jalan Taft Avenue (tempat dimana kampus saya
terletak) terdapat sebuah masjid yang, jika dilihat dari peta, letaknya cukup
terjangkau dengan berjalan kaki saja. Akhirnya, sebelum Jum’at ketiga, saya dan
teman saya akhirnya memutuskan untuk melakukan survey ke alamat tersebut, tapi
temuan awal kami ketika berjalan ke tempat yang dituju malah tidak menunjukkan
keberadaan masjid tersebut. Kesalahan saya disini adalah, saya tidak pernah
bertanya kepada satpam yang sedang menjaga sebuah kantor ketenagakerjaan yang
memiliki nama yang sama dengan nama masjid yang tertera di Google Maps. Asumsi
awal saya adalah, seseorang telah salah memasukkan data ke dalam maps tersebut,
hanya karena memiliki kesamaan nama bernada ke timur tengah-an.
Sempat saya bingung bagaimana
jika selama saya tinggal disini saya harus selalu mengganti sholat Jum’at
dengan sholat dzuhur biasa. Akhirnya saya mencoba konsultasi ke beberapa teman.
Namun, teman saya pun belum bisa memberikan masukan yang membuat saya yakin
bahwa saya boleh menggantinya selama saya tinggal disini. Saya pun memutuskan
untuk menceritakan masalah ini kepada Ibu saya. Ibu saya menyarankan agar saya
mencoba memastikan lagi dan mencari alternatif tempat lain yang sekiranya bisa
memfasilitasi sholat Jum’at.
Akhirnya saya mencoba bertanya ke
beberapa teman muslim Indonesia yang sudah cukup lama tinggal disini. Ternyata
letak masjid yang tertera di Maps memanglah tidak akurat. Google Maps
menunjukkan bahwa letak masjid tersebut ada di seberang kantor yang tadi saya
sebutkan. Padahal, masjid tersebut ternyata terletak di tempat yang sama dengan
(tepat dibelakang) kantor tersebut.
Ternyata, kantor tenaga kerja yang saya sebutkan sebelumnya memiliki sebuah
masjid (kalau di Indonesia lebih tepat disebut sebagai musholla, mengukur dari
luasnya yang tidak terlalu luas) yang sering digunakan untuk ibadah sholat Jum’at
bagi umat muslim yang berdomisili disekitar kota Manila.
Alhamdulillah, meski
berdesak-desakan, akhirnya di Jum’at keempat saya bisa kembali melakukan Ibadah
tersebut dengan sebagaimana biasanya saya lakukan. Jum’at – Jum’at berikutnya,
hal yang hanya perlu saya pikirkan adalah bagaimana cara mengatur waktu untuk
sampai pada masjid tersebut supaya tidak ketinggalan sholat Jum’at.
Hari ini saya merasa bahagia.
Adzan yang sudah hampir sebulan
tidak saya dengar, kini kembali dapat saya dengar.
Kejadian hari ini sedikit banyak
membantu saya untuk melupakan kesedihan – kesedihan saya yang kemarin.
Bahagia itu sederhana.
Semoga Allah memudahkan semua
urusan kita di dunia ini. J
No comments:
Post a Comment