Friday, September 4, 2015

Cerita 4 Jum'at dari Manila

Sudah 4 Jumat dilalui semenjak saya datang ke negara ini. 2 dari 4 Jumat yang telah saya lalui, terpaksa harus saya selesaikan tanpa menjalakan ibadah sholat Jum’at sebagai mana mestinya dilakukan. Jumat pertama (yang tepatnya adalah hari ke-2 setelah hari awal kedatangan saya ke sini) saya beruntung karena bisa melakukan ibadah sholat Jumat pertama di negeri orang dengan susasana yang tidak terlalu jauh berbeda dengan di Indonesia, karena waktu itu saya melaksanakan di KBRI..he..he.

Lagi – lagi ini merupakan sebuah pelajaran yang sangat berarti bagi saya. Pelajaran yang mampu menyadarkan saya betapa nikmatnya tinggal di Indonesia. Berbicara dalam  konteks fasilitas peribadatan, umat muslim akan sangatlah mudah menemukan sarana dan prasarana yang mendukung ritual ibadah tersebut. Namun, cerita saya tinggal di kota yang notabene sebagian besar berpenduduk umat Katolik, menjadi cerita yang mengharukan sekaligus tidak akan pernah saya lupakan.

Jum’at kedua saya merasa bersalah. Di hari itu saya dan teman – teman yang lain malah memutuskan untuk berkunjung ke sebuah tempat wisata yang letaknya sekitar 2 jam dari tempat saya tinggal. Dengan alasan pribadi bahwa saya belum tau tempat lain selain KBRI untuk melaksanakan sholat Jum’at dan juga dengan alasan bahwa saya baru juga datang ke tempat ini. Akhirnya saya malah memutuskan untuk pergi ke tempat lain, dengan pembelaan bahwa saya bisa menggantinya dengan sholat dzuhur seperti biasa.

Jum’at ketiga, saya lupa menceritakan bahwa bagi mahasiswa pertukaran seperti saya, kampus telah merancang beberapa agenda yang ditunjukkan untuk membantu mahasiswa asing untuk mengetahui hal – hal baru tentang lingkungan ini, juga disisi lain untuk mengimbangi aktifitas formal kampus yang sehari-harinya (dari senin – kamis) sudah cukup melelahkan, dan kebanyak dijadwalkan untuk hari Jum’at. Akhirnya, saya tidak bisa lagi melaksanakan sholat Jum’at sebagaimana mestinya.

Sebelum datang Jum’at ketiga, sebenarnya saya sudah berusaha mencari keberadaan masjid terdekat yang sekiranya bisa saya akses dengan cukup berjalan kaki. Google Maps memperlihatkan bahwa di sepanjang jalan Taft Avenue (tempat dimana kampus saya terletak) terdapat sebuah masjid yang, jika dilihat dari peta, letaknya cukup terjangkau dengan berjalan kaki saja. Akhirnya, sebelum Jum’at ketiga, saya dan teman saya akhirnya memutuskan untuk melakukan survey ke alamat tersebut, tapi temuan awal kami ketika berjalan ke tempat yang dituju malah tidak menunjukkan keberadaan masjid tersebut. Kesalahan saya disini adalah, saya tidak pernah bertanya kepada satpam yang sedang menjaga sebuah kantor ketenagakerjaan yang memiliki nama yang sama dengan nama masjid yang tertera di Google Maps. Asumsi awal saya adalah, seseorang telah salah memasukkan data ke dalam maps tersebut, hanya karena memiliki kesamaan nama bernada ke timur tengah-an.

Sempat saya bingung bagaimana jika selama saya tinggal disini saya harus selalu mengganti sholat Jum’at dengan sholat dzuhur biasa. Akhirnya saya mencoba konsultasi ke beberapa teman. Namun, teman saya pun belum bisa memberikan masukan yang membuat saya yakin bahwa saya boleh menggantinya selama saya tinggal disini. Saya pun memutuskan untuk menceritakan masalah ini kepada Ibu saya. Ibu saya menyarankan agar saya mencoba memastikan lagi dan mencari alternatif tempat lain yang sekiranya bisa memfasilitasi sholat Jum’at.

Akhirnya saya mencoba bertanya ke beberapa teman muslim Indonesia yang sudah cukup lama tinggal disini. Ternyata letak masjid yang tertera di Maps memanglah tidak akurat. Google Maps menunjukkan bahwa letak masjid tersebut ada di seberang kantor yang tadi saya sebutkan. Padahal, masjid tersebut ternyata terletak di tempat yang sama dengan (tepat dibelakang)  kantor tersebut. Ternyata, kantor tenaga kerja yang saya sebutkan sebelumnya memiliki sebuah masjid (kalau di Indonesia lebih tepat disebut sebagai musholla, mengukur dari luasnya yang tidak terlalu luas) yang sering digunakan untuk ibadah sholat Jum’at bagi umat muslim yang berdomisili disekitar kota Manila.

Alhamdulillah, meski berdesak-desakan, akhirnya di Jum’at keempat saya bisa kembali melakukan Ibadah tersebut dengan sebagaimana biasanya saya lakukan. Jum’at – Jum’at berikutnya, hal yang hanya perlu saya pikirkan adalah bagaimana cara mengatur waktu untuk sampai pada masjid tersebut supaya tidak ketinggalan sholat Jum’at.

Hari ini saya merasa bahagia.

Adzan yang sudah hampir sebulan tidak saya dengar, kini kembali dapat saya dengar.

Kejadian hari ini sedikit banyak membantu saya untuk melupakan kesedihan – kesedihan saya yang kemarin.

Bahagia itu sederhana.


Semoga Allah memudahkan semua urusan kita di dunia ini. J

No comments:

Post a Comment