Saturday, August 22, 2015

Among All of Pressures

Sebelumnya saya pernah merasakan masa seperti ini. Masa dimana waktu berjalan begitu lambat seolah hari yang kita inginkan tidak akan pernah datang. Seharusnya saya sudah tidak asing lagi dengan masa seperti ini. Tengah malam tadi saya terbangun secara tidak sengaja. Sudah sepuluh hari disini, masih saja selalu teringat orang – orang rumah disaat sedang sendiri.

Entah mungkin suatu saat saya akan tertawa melihat tulisan-tulisan yang saya buat sekarang di masa depan. Tapi sungguh, hal yang dulu saya anggap begitu mudah untuk dilakukan yaitu tinggal di negeri orang, ternyata sangatlah menyiksa hati. Terlebih, saat apa yang saya bayangkan sebelumnya ternyata sangatlah jauh dari kenyataan. Menulis seperti ini menjadi satu-satu nya cara bagi saya untuk melepaskan penat yang terus berputar di kepala ini.

Sudah beberapa cara saya lakukan untuk meyakinkan bahwa 3,5 bulan bukanlah waktu yang lama. Mulai dari menanyakan presepsi orang, membuat jurnal harian, sampai membolak balik kalender dengan menghitungnya dengan cara yang bervariasi. Namun, tidak ada satupun dari hal tersebut yang bisa membuat waktu bergulir terasa lebih cepat.

Semangat dari orang tua adalah satu-satunya obat penenang yang mungkin bisa diandalkan. Tidak usah panjang lebar, sepatah duapatah kata seperti “Sabar dek, mumpung masih muda, kapan lagi..” sejenak mampu membangkitkan semangat saya untuk terus semangat meski ditengah segala gelisah hati ini.

Saya berjanji satu hal pada diri saya saat pulang dan berjumpa kedua orang tua nanti. Saya berjanji untuk memeluk mereka dengan erat dan mengucapkan terimakasih atas semua kebaikan yang telah mereka berikan kepada saya. Buat saya, hikmah yang bisa saya ambil dari hidup jauh dari mereka adalah menyadari betapa berharganya keluarga yang kita punya. Mereka lah orang yang akan sangat peduli tentang keberadaanmu diantara 200 juta lebih penduduk Indonesia yang ada.


Tidak ada pilihan lain selain melanjutkan apa yang ada. Ketegaran saya mungkin sudah jauh dibawah anak perempuan yang ikut dalam program ini. Benci untuk menyadarinya, namun saya tidak malu untuk mengakuinya. Beginilah lelahnya jadi saya, selalu terlalu banyak berfikir kedepan, dan takut akan hal – hal yang sebenarnya belum tentu terjadi.

No comments:

Post a Comment