Sebelumnya saya pernah merasakan
masa seperti ini. Masa dimana waktu berjalan begitu lambat seolah hari yang
kita inginkan tidak akan pernah datang. Seharusnya saya sudah tidak asing lagi
dengan masa seperti ini. Tengah malam tadi saya terbangun secara tidak sengaja.
Sudah sepuluh hari disini, masih saja selalu teringat orang – orang rumah
disaat sedang sendiri.
Entah mungkin suatu saat saya
akan tertawa melihat tulisan-tulisan yang saya buat sekarang di masa depan. Tapi
sungguh, hal yang dulu saya anggap begitu mudah untuk dilakukan yaitu tinggal
di negeri orang, ternyata sangatlah menyiksa hati. Terlebih, saat apa yang saya
bayangkan sebelumnya ternyata sangatlah jauh dari kenyataan. Menulis seperti
ini menjadi satu-satu nya cara bagi saya untuk melepaskan penat yang terus
berputar di kepala ini.
Sudah beberapa cara saya lakukan
untuk meyakinkan bahwa 3,5 bulan bukanlah waktu yang lama. Mulai dari
menanyakan presepsi orang, membuat jurnal harian, sampai membolak balik
kalender dengan menghitungnya dengan cara yang bervariasi. Namun, tidak ada
satupun dari hal tersebut yang bisa membuat waktu bergulir terasa lebih cepat.
Semangat dari orang tua adalah
satu-satunya obat penenang yang mungkin bisa diandalkan. Tidak usah panjang
lebar, sepatah duapatah kata seperti “Sabar dek, mumpung masih muda, kapan
lagi..” sejenak mampu membangkitkan semangat saya untuk terus semangat meski
ditengah segala gelisah hati ini.
Saya berjanji satu hal pada diri
saya saat pulang dan berjumpa kedua orang tua nanti. Saya berjanji untuk memeluk
mereka dengan erat dan mengucapkan terimakasih atas semua kebaikan yang telah
mereka berikan kepada saya. Buat saya, hikmah yang bisa saya ambil dari hidup
jauh dari mereka adalah menyadari betapa berharganya keluarga yang kita punya.
Mereka lah orang yang akan sangat peduli tentang keberadaanmu diantara 200 juta
lebih penduduk Indonesia yang ada.
Tidak ada pilihan lain selain
melanjutkan apa yang ada. Ketegaran saya mungkin sudah jauh dibawah anak
perempuan yang ikut dalam program ini. Benci untuk menyadarinya, namun saya
tidak malu untuk mengakuinya. Beginilah lelahnya jadi saya, selalu terlalu
banyak berfikir kedepan, dan takut akan hal – hal yang sebenarnya belum tentu
terjadi.
No comments:
Post a Comment